Referensi cara mandi junub rosulullah SAW
- “Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)
- “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu
mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang
kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu
mandi.” (QS. An Nisa’: 43)
- “Sesungguhnya (mandi) dengan air disebabkan karena keluarnya air (mani).” (HR. Muslim no. 343)
- Dari Aisyah RA, “Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seorang laki-laki
yang mendapatkan dirinya basah sementara dia tidak ingat telah mimpi,
beliau menjawab, “Dia wajib mandi”. Dan beliau juga ditanya tentang
seorang laki-laki yang bermimpi tetapi tidak mendapatkan dirinya basah,
beliau menjawab: “Dia tidak wajib mandi”.” (HR. Abu Daud no. 236, At
Tirmidzi no. 113, Ahmad 6/256. Dalam hadits ini semua perowinya shahih
kecuali Abdullah Al Umari yang mendapat kritikan[6]. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
- “Ummu Sulaim (istri dari Abu
Tholhah) datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu terhadap
kebenaran. Apakah bagi wanita wajib mandi jika ia bermimpi?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Ya, jika dia melihat air.” (HR.
Bukhari no. 282 dan Muslim no. 313)
- “Jika seseorang duduk di antara
empat anggota badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi istrinya , pen),
lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi.” (HR.
Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)
- Dari Aisyah RA, “Seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
seorang laki-laki yang menyetubuhi istrinya namun tidak sampai keluar
air mani. Apakah keduanya wajib mandi? Sedangkan Aisyah ketika itu
sedang duduk di samping, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Aku sendiri pernah bersetubuh dengan wanita ini (yang
dimaksud adalah Aisyah, pen) namun tidak keluar mani, kemudian kami pun
mandi.” (HR. Muslim no. 350)
- Dari Qois bin ‘Ashim radhiyallahu
‘anhu, “Beliau masuk Islam, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun sidr (daun bidara).”
(HR. An Nasai no. 188, At Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
- “Mandikanlah dengan mengguyurkan
air yang dicampur dengan daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih
dari itu jika kalian anggap perlu dan jadikanlah yang terakhirnya
dengan kafur barus (wewangian).” (HR. Bukhari no. 1253 dan Muslim no.
939)
- Syaikh Muhammad bin Sholih Al
Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata, “Jika bayi karena keguguran
tersebut sudah memiliki ruh, maka ia dimandikan, dikafani dan
disholati. Namun jika ia belum memiliki ruh, maka tidak dilakukan
demikian. Waktu ditiupkannya ruh adalah jika kandungannya telah
mencapai empat bulan, sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
- “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
- “Kemudian beliau mengguyur air
pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
- Dari Jubair bin Muth’im berkata,
“Kami saling memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Saya mengambil dua
telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian
saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai
syarat Bukhari Muslim)
- “Saya mengambil dua telapak
tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya
tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib
Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat
Bukhari Muslim)
- “Saya berkata, wahai Rasulullah,
aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus
membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu
buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian
guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no.
330)
- Dari ‘Aisyah, isteri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak
tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.
Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya
ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan
cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau
mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim
no. 316)
- Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa
Maimunah mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua
tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu
dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan
kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau
menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan
memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua
tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur
seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu
mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari
no. 265 dan Muslim no. 317)
- An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Disunnahkan bagi orang yang beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan
air, ketika selesai, hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu atau
semacam sabun, atau hendaklah ia menggosokkan tangannya ke tanah atau
tembok untuk menghilangkan kotoran yang ada.”
- Asy Syaukani rahimahullah
mengatakan, “Adapun mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu
tidaklah wajib. Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh
badan tanpa didahului dengan berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al
ghuslu).”
- Dari Aisyah RA, “Jika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau mencuci tangannya dan
berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan
menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah
yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke
atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.” (HR. Bukhari
no. 272)
- Dari Aisyah RA, “Jika salah
seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil air dengan kedua
tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu mengambil air dengan
tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu kembali
mengambil air dengan tangannya yang lain dan menyiramkannya ke bagian
tubuh sebelah kiri.” (HR. Bukhari no. 277)
- Dari Aisyah RA, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal,
ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang
baik-baik).” (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
- Dalam hadits Ummu Salamah, “Saya
berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut
kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau
bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada
kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka
kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
- Dari Aisyah RA, “Asma’ bertanya
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh.
Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian hendaklah mengambil
air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya.
Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu
menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya.
Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian
engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’
berkata, “Bagaimana dia dikatakan suci dengannya?” Beliau bersabda,
“Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.” Lalu Aisyah berkata
-seakan-akan dia menutupi hal tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas darah
haidh yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan dia bertanya kepada beliau
tentang mandi junub, maka beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu mengambil
air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat
dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya
hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.”
(HR. Bukhari no. 314 dan Muslim no. 332)
- Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berwudhu setelah selesai mandi.”
(HR. Tirmidzi no. 107, An Nasai no. 252, Ibnu Majah no. 579, Ahmad 6/68.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
- Dari Ibnu ‘Umar, Beliau ditanya
mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau menjawab, “Lantas wudhu yang
mana lagi yang lebih besar dari mandi?” (HR. Ibnu Abi Syaibah secara
marfu’ dan mauquf
- Dalam hadits Maimunah, “Lalu aku
sodorkan kain (sebagai pengering) tetapi beliau tidak mengambilnya,
lalu beliau pergi dengan mengeringkan air dari badannya dengan
tangannya” (HR. Bukhari no. 276)